IMPLIKASI
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN AGAMA
DALAM FILM “MY NAME IS
KHAN”
Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas
Mata Kuliah Komunikasi
Antar Budaya dan Agama
Dosen Pengampu : Fatma
Dian, M. Si.
Di
susun oleh:
Lailis Sunaikah 10730047
Widyasari Prastyaningrum 10730049
Amri Muttaqin 10730053
Endah Amanah 10730055
Desi Kurnia Widyastuti 10730059
Masnico Praba Krisnawan 10730069
PROGRAM
STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
BAB
I
PENDAHULUAN
Dunia perfilman
memang tak akan lepas dari lika-liku kehidupan manusia. Dan sebagai “sutradara”
dari berbagai adegan, seorang manusia dengan berbagai imajinasi serta kekuatan
logikanya mampu untuk menentukan sikap serta mengimplementasikan nilai dari
setiap ekspresi seninya ke dalam media yang diadaptasikannya agar mendapatkan
sebuah mahakarya yang bukan hanya sebagai hiburan semata, namun juga berbagai
pembelajaran bagi penikmat film sebagai refleksi diri atas sikap-sikap tertentu
yang kadang tidak baik.
Sedangkan budaya
sendiri merupakan hasil cipta, rasa dan karya manusia yang mengandung etika
serta estetika. Selama manusia masih ada maka manusia seakan “terlekat” dengan
budaya, seolah-olah terlekat seperti raga manusia dengan jiwa. Dan tak ayal
untuk menggugah dan mengetuk hati insan-insan yang belum tersadarkan dari
sebuah gejolak diri, diperlukan hasil budaya tersebut.
Dan tentunya,
komunikasi sebagai bentuk kongkrit dari interaksi sosial individu maupun
kelompok juga tak luput dari sorotan kajian ilmu. Hal ini terjadi karena
komunikasi dapat dikatakan sebagai “media” untuk pembawa materi-materi agar
kesamaan persepsi dan materi pesan dapat tercapai antar individ.
Kelompok
kami akan membahas mengenai komunikasi, budaya dan implementasinya dalam film
“My Name is Khan” berikut pembahasannya semoga bermanfaat. Dan berikut kita
ikuti pembahasannya:
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Pengertian
Komunikasi Antarbudaya
Pembicaraan
mengenai komunikasi antarbudaya tak dapat dielakkan dari pengertian kebudayaan
( budaya ). Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi dua konsep
yang tidak dapat dipisahkan, “harus dicatat bahwa studi komunikasi antarbudaya
dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap
komunikasi ( William B. Hart II,1996 ). Andrea L.Rich dan Dennis M.Ogawa dalam
buku Larry A.Samovar dan Richard E.Porter Intercultural
Communication ,A Reader bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi
antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antar suku bangsa, antar
etnik dan ras, antar kelas sosial. (Samovar dan Porter, 1976:25). Sedangkan
Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antar budaya meliputi komunikasi
yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan
kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang
mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta. (Dood, 1991:5).
B.
Konsep-Konsep yang Mempengaruhi Komunikasi Antarbudaya
1.
Prasangka
Prasangka adalah sikap antipati yang
didasarkan pada kesalahan generalisasi yang diekspresikan sebagai perasaan.
Prasangka juga dapat diarahkan kepada sebuah kelompok secara keseluruhan, atau
kepada seseorang hanya karena orang itu adlah anggota kelompok tersebut. Efek
prasangka adalah menjadikan orang lain sebagai sasaran prasangka, misalnya
mengkambinghitamkan mereka melalui stereotipe, diskriminasi,dan penciptaan
jarak sosial. (Bennet dan Janet, 1996).
2.
Stereotipe
Stereotipe merupakan pendapat atau prasangka
mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut hanya
didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu
tersebut. Stereotipe dapat berupa prasangka positif dan negatif, dan
kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif.
Para humanis berorientasi
psikoanalisis (misalnya Sander Gilman) menekankan bahwa stereotipe secara definisi
tidak pernah akurat, namun merupakan penonjolan ketakutan seseorang kepada
orang lainnya, tanpa memperdulikan kenyataan yang sebenarnya.
3.
Etnosentrisme
Menurut Matsumoto (1996), etnosentrisme adalah
kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri.
Berdasarkan definisi ini etnosentrisme tidak selalu negatif sebagaimana pada
umumnya dipahami. Etnosentrisme dalam hal tertentu juga merupakan hal yang
positif. Tidak seperti anggapan umum yang mengatakan bahwa etnosentrisme
merupakan sesuatu yang semata-mata buruk, tetapi juga merupakan sesuatu yang
fungsional karena mendorong kelompok dalam perjuangan mencari kekuasaan dan
kekayaan. Konsep etnosentrisme sering kali dipakai secara bersamaan dengan
rasisme. Konsep ini mewakili suatu pengertian bahwa setiap kelompok etnik atau
ras mempunyai semangat dan ideologi untuk menyatakan bahwa kelompoknya lebih
superior daripada kelompok etnik/ras lain. Akibat ideologi ini, maka setiap kelompok
etnik atau ras akan memiliki sikap etnosentrisme yang tinggi.
C.
Teori
Komunikasi Antarbudaya
Berkenaan dengan pembahasan
komunikasi antarbudaya, Griffin (2003) menyadur teori AnXiety/Uncertainty
Management, Face-Negotiation, dan Speech Codes, yakni sebagai berikut:
1. Anxiety/Uncertainty Management
Theory (Teori
Pengelolaan Kecemasan / Ketidakpastian):
Teori yang di publikasikan William
Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing.
Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat
perbedaan diantara keraguan dan ketakutan.
Ia
menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-proses meminimalisir
ketidakmengertian.
Gudykunst
menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari
kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari
mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai perbedaan
pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi-suatu
emosi.
v Asumsi Dasar Teori
Gagasan
awal dari teori ini adalah Uncertainty Reduction Theory, yaitu teori yang
berasumsi bahwa dalam proses komunikasi, semakin tinggi ketidakpastian
seseorang maka akan semakin rendah keberhasilan komunikasi yang hendak
dilakukannya. Dengan bahasa yang lain, proses komunikasi dilakukan untuk
mengurangi ketidakpastian sehingga tujuan komunikasi tercapai. Gudykunst
menggunakan konsep ’uncertainty’ untuk memprediksi perilaku orang lain dan
konsep ’anxiety’ untuk menjelaskan proses penyesuaian budaya.
v Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory:
a.
Konsep diri
Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan
menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
b.
Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing
Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita
berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.
c.
Reaksi terhadap orang asing
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang
kompleks tentang orang
asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi
secara tepat perilaku mereka. Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang
asing menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan
sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing.
Sebuah peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan suatu
peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat.
d.
Kategori sosial dari orang asing
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita
dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan
kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi:
pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing
mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok.
Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari harapan
positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan
kita dan akan menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka.
e.
Proses situasional
Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang
berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan
kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita terhadap perilaku mereka.
f.
Koneksi dengan orang asing
Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan
menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam
memperkirakan perilaku mereka. Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang
asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan
rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain.
2.
Out-group
Competency Theory
Teori ini
menggunakan personal network untuk menjelaskan outgroup communication
competence, sebab personal network menghubungkan antara individu satu dengan
individu lainnya. Dimana didalam network tersebut, individu-individu menegoisasikan
kesadaran egonya dan juga memahami atribusi yang beragam dari orang lain. Itu sebabnya
personal network mempengaruhi bagaimana seseorang memiliki kompetensi dalam
berkomunikasi dengan orang-orang yang bukan berasal dari in-groupnya
(outgroup). Teori ini juga hendak menjelaskan bahwa semakin kuat ikatan
personal network seseorang, maka akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk
berkomunikasi dalam outgroup.
v Asumsi Dasar
Teori
Asumsi-asumsi yang dibangun :
Asumsi-asumsi yang dibangun :
1.
Dalam sebuah personal networks,
adanya anggota yang berasal dari
outgroup akan meningkatkan kompetensi komunikasi outgroup.
2. Selain
penerimaan individu outgroup, menempatkan outgroup dalam posisi penting dalam
personal network juga akan meningkatkan kompetensi outgroup.
3. Kompetensi
komunikasi outgroup tersebut juga dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kontak
(interaksi) dan ikatan individual/personal diantara individu-individu dari
ingroup dan outgroup
3. Face-Negotiation
Theory
Teori yang dipublikasikan Stella
Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaan-perbedaan budaya dalam
merespon konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya
akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra
diri publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan
diri kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang
membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan
muka terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan
ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak
berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang
dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work
adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
Terdapat tiga perbedaan penting
diantara budaya individulis dan budaya kolektivis. Perbedaan-perbedaan itu
adalah dalam cara mendefinisikan: diri, tujuan-tujuan, dan kewajiban.
Konsep
|
Budaya individualis
|
Budaya kolektivis
|
Diri
|
Sebagai
dirinya sendiri
|
Sebagai
bagian kelompok
|
Tujuan
|
Tujuan
diperuntukan kepada pencapaian kebutuhan diri.
|
Tujuan
diperuntukan kepada pencapaian kebutuhan kelompok
|
Kewajiban
|
Melayani
diri sendiri
|
Melayani
kelompok/orang lain.
|
v
Teori ini
menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut:
ü Avoiding (penghindaran)- saya akan menghindari diskusi
perbedaan-perbedaan saya dengan anggota kelompok.
ü Obliging (keharusan)
– saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok.
ü Compromising – saya akan
menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa
dibuat.
ü Dominating – saya akan
memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku.
ü Integrating – saya akan
menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah
bersama-sama.
Face-negotiation
teory menyatakan bahwa avoiding, obliging, compromising, dominating,
dan integrating bertukar-tukar menurut campuran perhatian mereka untuk self-face
dan other -face.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Pembuatan Film
Film ini di latar belakangi dari tragedi runtuhnya WTC
atau yang lebih dikenal dengan tragedi Black September, film My Name is Khan bercerita tentang Rizwan Khan, seorang
Muslim asal India yang ikut mengalami nasib naas pasca peristiwa 11 September 2001 di kota New
York. Sang sutradara, Karan Johar, dalam film ini seakan membawa pesan bahwa
muslim bukanlah teroris, banyak muslim yang membenci perbuatan teroris dan ikut
terkena imbas negatif dari para teroris. Umat muslim hanya ingin hidup damai
berdampingan dengan orang dari berbagai suku, ras, dan agama.
Film My Name is Khan mengambil setting di
Amerika Serikat, sebuah negara adidaya yang pernah mengalami trauma cukup hebat
dengan kaum muslim. Negari Paman Sam yang kemudian seolah menjadi “pahlawan
dunia” dengan “misi mulianya” untuk memberantas terorisme . Rasanya tidak ada
tempat yang lebih tepat dibanding negara ini untuk menyampaikan pesan yang
terselip di dalam film My Name is Khan.
Menurut Shahrukh
Khan, pemeran utama dalam film My Name is Khan, sebagian ide cerita film
ini juga berdasarkan pengalamannya sebagai penyandang nama Khan yang selalu
mendapat diskriminasi karena latar belakang agamanya. Di India, Khan memang
sebuah nama keluarga Muslim. Sejak dahulu, India selalu digoyang isu rasial,
terutama antara pemeluk agama terbesar di sana yaitu Hindu dan Islam yang
merupakan agama terbesar kedua. Diskriminasi terhadap orang-orang yang punya
nama berbau Islam seperti Khan semakin menjadi-jadi sejak peristiwa WTC 9/11. Diskriminasi
yang sangat merugikan umat Islam hanya karena masalah nama. Topik inilah yang
ingin diangkat oleh film ini.
B.
Analisis Film
Sinopsis singkat film ini berawal dari kehidupan Khan kecil yang mengidap sindrom aspergers, yaitu penyakit yang membuat penderitanya memiliki kecerdasan intelligent
(IQ) di atas rata-rata orang normal, tetapi tingkah
lakunya seperti penderita penyakit autis. Khan tinggal
bersama ibu Borivali, di Mumbai. Rizwan Khan dewasa pergi ke San Fransisco dan tinggal bersama adik.
Kehidupan Khan dewasa di Amerika berjalan biasa saja, sampai suatu saat dia
bertemu dengan Mandira yang telah beranak satu, Sameer, dan akhirnya menikah.
Pascaperistiwa WTC, Muslim di Amerika mengalami perlakuan yang tak
menyenangkan, karena tuduhan terorisme. Konflik film ini pun dimulai dari
kematian yang Sameer disebabkan oleh penganiayaan remaja Amerika. Mandira
mengira kematian anaknya dikarenakan nama Khan yang digunakan dibelakang
namanya. Dimulailah inti konflik film ini, yang membuat Khan berinisiatif untuk
bertemu dengan Presiden Amerika dan secara langsung mengatakan, ”My Name is Khan, I am not a Terrorist”.
Dalam film ini terlihat jelas bahwa
prasangka, stereotipe, dan etnosentrisme sangat berpengaruh dalam komunikasi
antar budaya, yakni ketika warga Amerika mengeneralisasikan bahwa semua umat
muslim adalah teroris. Mereka berasumsi bahwa semua umat Islam adalah
orang-orang radikal yang terlibat dalam tragedi WTC. Dengan stereotipe seperti
itu maka terjadilah diskriminasi terhadap umat muslim yang ada di USA. Konsep
etnosentrisme melekat pada diri mereka, yanng menilai sesuatu berdasarkan pada
budaya mereka sendiri yang dianggap paling benar/baik. Konsep etnosentrisme sering kali dipakai
secara bersamaan dengan rasisme. Konsep ini mewakili bahwa setiap kelompok
etnik atau ras mempunyai semangat dan ideologi untuk menyatakan bahwa
kelompoknya lebih superior daripada kelompok etnik/ras lain sehingga terjadilah
diskriminasi terhadap kelompok lain yang dianggap lemah.
Perlakuan
diskriminasi ini disebabkan oleh rasa kecemasan dan berakibat pula pada rasa
kecemasan. Warga USA sebenarnya takut akan ancaman terorisme sehingga mereka
merasakan kecemasan dan ketidakpastian yang berujung pada tindak diskriminasi
terhadap umat muslim di USA. Adapun umat muslim sendiri merasakan kecemasan dan
ketidakpastian karena tindak diskriminasi tersebut dan membuat mereka merasa
tidak aman. Karena terkekang oleh rasa kecemasan dan ketidakpastian maka
terjadi kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok yang
lebih condong pada komunikasi antarbudaya. Menurut
Uncertainty Reduction Theory, dalam proses komunikasi, semakin tinggi
ketidakpastian seseorang maka akan semakin rendah keberhasilan komunikasi yang
hendak dilakukannya. Terdapat dua
penyebab dari mis-interpretasi yang saling berhubungan erat, yang kemudian
dipandang sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan
yang bersifat afektif.
Konsep-konsep dasar Uncertainty
Reduction Theory juga tergambar dalam film ini, misalnya konsep yang
menjelaskan tentang konsep diri dan motivasi sehingga harga diri dan kebutuhan
diri seiring meningkat karena adanya
interaksi dengan orang asing, yakni ketika Rizwan Khan berusaha untuk
berinteraksi dengan orang lain, contohnya Mandira, sebagai aspek kebutuhan
dirinya. Dan konsep-konsep yang lain juga tergambar dalam film ini seperti reaksi Riswan Khan terhadap orang
asing sebagai sebuah peningkatan kemampuan untuk
memproses informasi yang kompleks tentang orang asing dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan untuk memprediksi perilaku mereka. Kemampuan
menyadari kategori sosial orang asing sebagai sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri sendiri dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola
kecemasan dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat. Ketika
Riswan Khan mampu melihat situasi proses sosial yang sedang dihadapinya itu
berarti menjadi sebuah peningkatan di dalam situasi
informal di mana ia sedang
berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan dan
sebuah peningkatan rasa percaya diri terhadap perilaku mereka dan akan
terjalinlah koneksi dengan orang asing
sebagai
bentuk peningkatan di dalam rasa ketertarikan pada orang
asing yang akan menghasilkan penurunan
kecemasan dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka, contohnya
adegan Riswan Khan dengan keluarga Mama Jenny yang menurutnya adalah orang
baik.
Kemampuan Riswan Khan berkomunikasi
secara efektif dengan Mama Jenny yang baru dikenalnya adalah salah satu contoh
dari Out-group Competency Theory. Sebagai bukti bahwa personal
network mempengaruhi bagaimana seseorang memiliki kompetensi dalam
berkomunikasi dengan orang-orang yang bukan berasal dari in-groupnya (outgroup).
Teori ini juga menjelaskan bahwa semakin kuat ikatan personal network
seseorang, maka akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk berkomunikasi dalam
outgroup, seperti ikatan antara Riswan Khan dan keluarga Mama Jenny. Dalam
sebuah personal networks, adanya anggota yang berasal dari outgroup akan meningkatkan kompetensi
komunikasi outgroup. Selain penerimaan individu outgroup, menempatkan outgroup
dalam posisi penting dalam personal network juga akan meningkatkan kompetensi
outgroup. Kompetensi komunikasi outgroup tersebut juga dapat ditingkatkan
dengan meningkatkan kontak (interaksi) dan ikatan individual/personal diantara
individu-individu dari ingroup dan outgroup
Perbedaan
identitas yang menjadi penyebab diskriminasi dalam film ini menjadi contoh
dalam teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey menjelaskan
perbedaan-perbedaan budaya dalam merespon konflik. Identitas kita dapat selalu
dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik
yang membuat kita tidak berdaya/harus terima.
C.
Kelebihan dan Kekurangan
1.
Kelebihan Film
·
Film ini bersifat universal sehingga
layak ditonton oleh siapa saja, karena memang film ini sarat dengan pesan moral
baik yg tersurat maupun tersirat.
·
My Name is Khan berhasil memberi
perspektif segar kepada penontonnya tentang cinta dan perbedaan, hubungan
lintas budaya, etnis, ras, dan agama.
·
Membuka mata para penontonnya akan
keberadaan penderita autis di sekitar kita. Bahwa di dunia ini manusia atau
insan sesungguhnya hanya dibedakan menjadi dua, yaitu insan baik yang selalu
berbuat baik, dan insan jahat yang selalu berbuat jahat, seperti nasihat yang
selalu diutarakan oleh sang ibu kepada Rizwan.
2.
Kekurangan Film
·
Sutradara bukannya mengarahkan
konflik pada akar persoalan, yaitu salah paham Amerika terhadap Islam, tetapi
justru membiarkan opini tentang kaum Muslim sebagai “orang-orang aneh”
berkembang menjadi potensi bagi tindak kekerasan. Bahwa Islam adalah agama yang
menghormati perbedaan justru tak mendapat tempat yang layak dalam film ini.
·
Ada miss persepsi yang ditangkap
oleh Khan dari pernyataan ibundanya tersebut yang kemudian timbul saat
keputusan Khan untuk menikah dengan Mandira (Kajol) yang menurut saya ini
sebuah penetrasi terhadap keyakinan yang berbahaya jika penonton muslim tidak
dibekali dengan sebuah keimanan.
·
Tipikal film india di Film ini
sangat kental tidak sesuai dengan setting tempat yang digunakan yaitu di
Amerika, seperti setelah
kematian Sameer. Jika memang Mandira sudah lama menetap di Amerika,
mestinya ia telah menguasai prosedur standar hak sipil kewarganegaraan Amerika.
Misalnya,
bisa melakukan penyelidikan dengan pertama-tama menanyai pihak stadion yang
pasti memiliki rekam data pemakai stadion pada jam terakhir. Namun, sutradara
lebih memilih gaya India dengan membiarkan Mandira berlama-lama meratapi
kematian anaknya dan menyalahkan Khan atas kejadian tersebut, daripada
mengarahkan Mandira beraksi layaknya warga Amerika. Memang, Mandira akhirnya
melakukan penyelidikan, tapi tindakan pencariannya tidak sesuai dengan prosedur
warga Amerika.
BAB
IV
PENUTUP
Dalam suatu negara
pasti mempunyai kebudayaan dan kepercayaan yang berbeda. Oleh karena itu,
komunikasi antar budaya dan agama sangatlah penting diperhatikan dalam setiap
kegiatan komunikasi dengan orang lain. Seperti halnya dalam film My Name Is
Khan. Seperti dalam ceritanya Shahrukh
Khan sebagai Rizwan Khan adalah seorang muslim dari India yang pindah ke
Amerika, disini ia menemukan kebudayaan yang berbeda dan kepercayaannya yang
menjadi minoritas. Dengan adanya tragedi Black September, kesenjangan antara
budaya dan agama minoritas semakin terasa. Mereka sebagai kaum minoritas yang
memeluk agama muslim seakan membawa kesan negatif bagi masyarakat mayoritas di Amerika. Seperti
yang telah dijelaskan dalam Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory, dalam
poin konsep diri menjelaskan bahwa setiap orang harus mampu meningkatkan harga
diri mereka dalam berinteraksi dengan orang asing agar dapat menegelola
kecemasannya.
Untuk menyikapi kesenjangan
tersebut hendaklah kita menyadari bahwa pluralisme itu dirasa perlu dalam
kehidupan di masyarakat. Peristiwa yang dialami Khan ini tidak perlu terjadi
apabila masyarakat memahami bagaimana menyikapi kehidupan pluralisme, seperti
hendaknya menerima dan menghargai kekurangan diri sendiri agar dapat menghargai
orang lain, menghormati kehadiran dan peran orang lain sekecil apapun.
“Satu hal yang patut diingat, sebagus apapun film yang kita tonton
kaidah bahwa tontonan bukan tuntunan harus tetap dipegang, sebagai langkah awal
untuk memfilter hal-hal yang tidak sesuai dengan keyakinan yang kita miliki
selaku umat muslim. Jangan terkecoh dengan pemeran filmya, simak baik-baik
hal-hal yang mungkin itu sebuah penyimpangan yang terselip sebagai sebuah
penetrasi keyakinan jika kita tak cermat melihatnya!”
DAFTAR PUSTAKA
Liliweri,
Alo.2007. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. LKis: Yogyakarta
Liliweri,
Alo. 2004. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
http://aton29.wordpress.com/2010/04/27/komunikasi-antar-budaya
http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-antarbudaya.html
http://annida-online.com/artikel-1813-my-name-is-khan-film-india-bersetting-amerika.html
sangat bermanfaat...
BalasHapusterima kasih..