blogship kali ini aku akan berbagi ilmu yang aku pelajari waktu kuliah. teori penelitian komunikasi model jarum hipodermik, bagi orang komunikasi model ini sudah sangat familiar, selain namanya yang unik, model ini juga tidak disarankan untuk berkembangnya industri media massa. selanjutnya ini adalah hasil analisis dan hasil tugas saya semester 2. kritik dan masukan sangat aku tunggu untuk perbaikan ilmu pengetahuan ini. oke :) selamat membaca, semoga bermanfaat untuk blogship semua
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Agar memudahkan suatu penelitian pasti menggunakan
suatu model agar hasil penelitian tersebut cepat dan mudah didapat. Khususnya
dalam penelitian komunikasi. Dalam komunikasi terdapat empat model penelitian
antara lain, model jarum Hipodermik, model Uses and Gratications, model “Agenda
Setting” dan model Difusi Informasi. Yang akan dibahas disini adalah model
Jarum hipodermik atau jarum suntik dan ada juga yang menyebutnya dengan model
peluru.
Sebelum membahas lebih jauh tentang apa itu moel
jarum hipodermik, ada baiknya kita mengulas terlebih dahulu tentang moel itu
sendiri. Secara sederhana model adalah suatu gambaran yang dirancang untuk
mewakili kenyataan. Ada banyak definisi dari peneliti-peneliti. Dari
definisi-definisi yang mereka utarakan inti dari definisi moel adalah tiruan
gejala yang akan diteliti, model menggambarkan hubungan diantara
variable-variabel atau sifat-sifat atau komponen-komponen gejala tersebut.
Dengan demikian model bukanlah teori namun hanyalah taxonomy yang memperinci
komponen-komponen secara hemat. Suatu model juga mempunyai tujuan, yaitu
mempermudah pemikiran yang sistematis dan logis.
Model juga sebagai tiruan realitas atau sebenarnya.
Sebagai tiruan model tentu tidak selengkap dengan aslinya, model tersebut hanya
mengambil sebagian dari realitas. Tetapi sebagaimana dari tujuan model itu
sendiri akan mempermudah analisis suatu masalah. Burch dan Strater menyebutkan
keuntungan dan kerugian suatu model.
Keuntungannya
:
1.
Model
memberikan informasi dan berorientasi pada tindakan.
2.
Model
menyajikan informasi yang berorientasi kemasa depan.
3.
Model
menunjukkan alternatif arah tindakan untuk dievaluasi sebelum dilaksanakan.
4.
Model
menyajikan penberian situasi masalah yang kompleks secara formal dan tersruktur
5.
Model
mencerminkan pendekatan ilmiah untuk tidak menggantungkan diri pada intuisi dan
spekulasi.
Kerugiannya
:
1.
Yang
menggunakan model seringkali lupa bahwa model hanyalah abstraksi kenyataan
bukan kenyataan itu sendiri.
2.
Factor
kuantitatif seperti pengalaman dan penilaian diminimalkan atau dihilangkan.
3.
Proses
membuat model sering sukar dan mahal.
4.
Yang
menggunakan model sering enggan mengubah modelnya sehingga mengalami kesukaran
dalam melaksanakannya.
5.
Banyak
model yang menganggap situasi dunia nyata itu adalah selalu “linier.
Menunjukkan kerugian model tidak dimasukkan untuk
semata-mata bersifat obyektif, tetapi membuat pemakai model lebih bersikap
hati-hati. Bagaimanapun juga keberadaan model sangat diperlukan dalam melakukan
suatu penelitian.
PEMBAHASAN
Model
Jarum Hipodermik
Model ini muncul selama dan setelah Perang Dunia
pertama. Dalam membentuk eksperimen, penelitian dengan model ini dilakukan
Hovland dan kawan-kawan. Untuk meneliti propaganda sekutu dalam mengubah sikap.
Model jarum hipodermik ini merupakan model penelitian tertua. Model ini
mempunyai asumsi bahwa komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan, media)
amat perkasa dalam mempengaruhi komunikasi. Mengapa moel ini dikatakan sebagai
model jarum hipodermik? Didalam model ini mengesankan seakan-akan komunikasi
tersebut disuntiknya pada si penerima pesan atau komunikan. Sebagai obat dalam
suntikan tersebut lalu tersimpan dan menyebar dalam tubuh sehingga terjadi pada
perubahan pada system fisik si penerima tersebut, begitu pula pesan- pesan
persuasif yang bersifat mengajak atau merayu yang akan mengubah sistem psikokogis
si penerima pesan tersebut.
Model ini juga sering disebut “bullet theory” teori
peluru, karena komunikan dianggap secara pasif menerima berondongan pesan-pesan
komunikasi. Bila menggunakan komunikator yang tepat, pesan yang baik atau media
yang benar, komunikan dapat diarahkan sekehendak kita dengan mengurangi
seminimal mungkin adanya noise dalam meyampaikan pesan. Model ini sangat
dipengaruhi oleh behaviorisme, DeFleur menyebutkan sebagai, “the mechanistic S-R
theory”. Walaupun sejak tahun 1950an model ini telah ditinggalkan oleh para
peneliti komunikasi, pada masyarakat awam asumsi-asumsinya masih digunakan dan
di yakini orang. Pemerintah-pemerintah dictator masih senang mengendalikan
media massa, tokoh-tokoh agama masih sering melarang penyebaran buku, dan
orang-orang tua masih kuatir akan pengaruh film pada anak-anaknya.
Sebenarnya, model komunikasi massa seperti ini masih berlaku
hingga saat ini. Hanya berbeda pada konsep karakteristik khalayak.Pada waktu
itu, khalayak dianggap hanya sekumpulan orang (rakyat) yang homogendan
‘tidakberdaya’. Sehingga, pesan-pesan yang disampaikan pada mereka akan selalu
diterima. Fenomena ini kemudian melahirkan teori yang dalam ilmu komunikasi
dikenal dengan teori jarum suntik.Ini lah teori yang menganggap media massa
memiliki kemampuan powerful dalam mempengaruhi seseorang.
Karena itu
kita masih mencantumkan model ini disini
·
Operasionalisasi
Model jarum hipodermik
telah diungkapkan terutama dalam penelitian-penelitian yang bersifat pesuasi.
Pada umumnya model ini bersifat linier dan satu arah. Banyak model- model dari
para ahli komunikasi yang dapat dimasukkan dalam model jarum hipodermik,
misalnya model dari Hovland, Janis dan Kelley (1959), Berlo (1960), Grebner
(1959), Andersen (1971), walaupun model-model mereka dibedakan dalam berbagai
versi. Dari model-model yang dinyatakan diatas, model jarum hipodermik ini dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Model
ini umumnya diterapkan pada penelitian eksperimental. Peneliti memanipulasikan
variable-variabel komunikasi, kemudian mengukur variable-variabel antara dan
efek. Variable-variabel komunikator ditunjukkan dengan kredabilitas, daya tarik
dan kekuasaan.
·
Kredibilitas
Tediri
dari dua unsur : keahlian dan kejujuran. Keahlian diukur dengan sejauh mana
komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban yang “benar”, sedangkan
kejujuran dioperasionalisasikan sebagai persepsi komunikan tentang sejauh mana
komunikator bersikap tidak memihak dalam menyampaikan pesannya. Daya arik
diukur dengan kesamaan familiaritas dan kesukaan. Kekuasaan (power)
dioperasionalisasikan dengan tanggapan komunikan tentang kemampuan komunikator
untuk menghukum atau memberi ganjaran, kemampuan untuk memperahatikan apakah
komunikan tunduk atau tidak, dan kemampuan untuk meneliti apakah komunikan
tunduk atau tidak.
Variable
pesan terdiri dari sruktuk pesan, gaya pesan, appeals pesan. Struktur pesan
ditunjukkan dengan pola penyimpulan, pola urutan argumentasi (mana yang lebih
dulu pola argumentasi yang disenangi ataukah tidak), pola obyektivitas (satu
sisi atau dua sisi). Gaya pesan menunjukkan variasi linguistikdalam penyampaian
pesan (perulangan, kemudahan, dimengertian, perbendaharaan kata). Appeals pesan
mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung pesan (rasional-emosional,
fear appeals, reward appeals).
Variable
media boleh berupa media elektronik (radio, televise, video, tape-recorder),
media cetak (majalah, surat kabar, bulletin), atau saluran interpersonal
(ceramah, diskusi, kontak dan sebagainya). Variable antara ditunjukkan dengan
perhatian dan pengertian serta penerimaan.
Variable
efek diukur pada segi kognnitif (perubahan pendapat, penambahan pengetahuan,
perubahan kepercayaan), segi afektif (sikap, perasaan, kesukaan), dan segi
konaktif (perilaku atau kecenderungan perilaku.
·
Observasi
Disini
akan dijelaskan tentang beberapa penelitian yang menggunakan model jarum
hipodermik. Kita akan mengambil satu studi eksperimental dan beberapa studi
korelasional. Gilling dan Greenwald melakukan eksperimen untuk meneliti apakah
khalayak menolak pesan persuasif atas dasar isi atau sumber dari komunikator
yang menyampaikan pesan. Gilling adan Greenwald menggunakan tiga macam pesan:
ü
Pada pesan pertama
menentang dalam penggunaan penisilin secara meluas.
ü
Pesan kedua menentang
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan setiap tahun.
ü
Pada pesan yang
terakir, mendukung dalam penggunaan vitamin secara besar-besaran.
Subyek
ditempatkan secara random pada kondisi berkredibilitas tinggi (diberitakan
bahwa sumber adalah seorang “peneliti kedokteran” yang terkenal) dan kondisi
berkredibilitas rendah disebut bahwa komunikator adalah seorang “dukun” nature the therapist).
Variable tak bebas yang diukur adalah pendapat dan respon-respon kognitif.
Pendapat diukur dengan skala respon 15 butir. Respon kognitif diukur dengan
memberikan subyek 12 paragraf pendek, yang diambil dari pesan yang disampaikan.
Analisis respon kognitif menunjukkan bahwa sumber berkredibilitas tinggi
menghasilkan 2X lebih banyak respon yang setuju dari pada sumber
berkredibilitas rendah (p <=0,01). Pengukuran pendapat menunjukkan segera
setelah terpaan komunikasi, respon setuju lebih banyak pada sumber yang
berkredibilitas tinggi dari apa yang berkredibilitas rendah.
Patterson dan
McClure ( Kraus dan Davis, 1980: 100) meneliti pengaruh iklan politik pada
perubahan sikap peneliti. Ingin diketahui efek kampanye pada sikap dan
kepercayaan khalayak. Dilakukan empat gelombang penelitian. Data analisis
dengan tes-tes korelasional. Hasilnya menunjukkan bahwa subyek yang tinggi
terpaan televisinya berubah lebih banyak dari subyek yang rendah terpaan
televisinya. Jadi ada korelasi antara terpaan televise dengan perubahan sikap.
Patterson dan McClure ada juga menyebut variable-variabel lain yang
mempengaruhi sikap. Prisuta meneliti Mass Media Exposure and Political Bahavior
(Kraus dan Davis, 1980: 101). Dalam analisa data ia menggunakan koefisien
korelasi dan chi kodrat. Beberapa penemuan penelitiannya antara lain :
Ø Terpaan
surat kabar berkorelasi dengan variable-variabel politik
Ø Dibandingkan
dengan media lain, surat kabar adalah satu-satunya media yang berkorelasi yang
sangat signifikan dengan hasil pemilu.
Di Indonesia,
John Abdjul (1979) melakukan penelituan tentang pengaruh televisi pada
masyarakat minahasa. Ia mengkorelasikan terpaan dengan pengetahuan tentang dan
partisipasi dalam program-program pembangunan. Abdjul hanya menemukan satu
koefisien korelasi yang signifikan, yakni antara terpaan televisi dengan
pengetahuan rentang penyuluhan pertanian.
Banyak juga
ditemukan model jarum hipodermik ini yang diterapkan pada skripsi-skripsi
mahasiswa atau makalah-makalah atau penelitian-penelitiannya, misalnya pengaruh
sinetron-sinetron yang sekarang marak ditayangkan di televisi atau perkembangan
bahasa pemain dalam televisi atau sekarang dikatakan sebagai bahasa gaul juga
mempengaruhi bahasa khalayak yang menonton televisi tersebut khususnya para
anak uda jaman sekarang. Semua studi disini bertolak dari anggapan dasar bahwa komponen-komponen
komunikasi menimbulkan efek pada diri komunikan. Teori jarum sunti atau hipoermik ini
sangat berpengaruh besar dalam kehidupan media pada zamannya. Pasalnya teori
yang di anggap tidak lazim ini malah menjadi teori yang menggemparkan
Indonesia.
Seiring dengan berakhirnya perang, pandangan atau teori
jarum suntik mulai ditinggalkan. Paradigma media massa seperti ini hanya
bertahan di beberapa Negara otoriter. Di Amerika Serikat dan negara-negara
penganut liberalism dan kapitalisme, teori jarum suntik sudah sangat lama
ditinggalkan. Sebab dalam kenyataannya, khalayak ternyata tidak homogeny dan
terdiri atas individu-individu yang bebas.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada banyak model penelitian yang digunakan dalam penelitian
komuniaksi, salah satunya yang sering digunakan adalah model jarum hipodermik.
Teori hipodermik ini dimulai dari kemonikator di ibaratkan pendorong di
suntikan, disini komunikator sebagai sumber pesan yang nantinya akan
disampaikan kepada komunikan. Pesan yang di sampaikan adalah suntikan itu
sendiri. Pasti berpengaruh pada yang menerima suntikan tersebut (komunikan),
tanpa terkecuali, yaitu efek yang sangat besar yang dapat merubah pemahaman
mereka. Dan ada juga menyebutkan teori peluru, sebenarnya sama, bedanya
terpadat bentuk pengirimanya saja. Teori peluru di ibaratkan sebagai peluru
sedangkan teori jarum suntik di ibarakan sebagai jarum suntik.
Kita lihat pada zaman sekarang, teori sangat berpengaruh
dalam penyampaian media massa, misalkan dalam sebuah iklan yang mana iklan
tersebut mengajak kepada sang penonton untuk memakai produknya, dan dipakailah sebuah
model yang akhirnya bisa menarik peminat sang konsumen untuk memakai produknya.
Kebanyakan model ini selalu berhasil, namun pada berakirnya perang berakirlah
juga pendangan atau teori jarum suntik ini.
DAFTAR PUSTAKA
Kraus,
S. dan D. Davis. 1976. The Effects of
Mass Communication of Political Behavior. Free Press: Glencold.
Rakhmat,
Jalaluddin. 1984. Metode Penelitian
Komunikasi. Remadja Karya : Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar