Chrisis Management and Analisis Nike

Krisis selalu melekat dengan kehidupan setiap perusahaan, dengan adanya krisis maka perusahaan dapat mempunyai pengalaman untuk dapat berbenah menjadi lebih baik, dan menjadi perusahaan yang lebih siap menghadapi tantangan pasar yang lebih besar. Baik perusahaan swasta maupun BUMN pasti pernah mengalaminya, yang bilang belum pernah berarti perusahaan tersebut belum berhasil. Ya ga sih? nih kita lihat dan analisis tahapan krisis yang dialami Perusahaan gede Nike, ini aku share hasil tugas kuliah semester enem...

Ada kalanya suatu perusahaan mengalami masa kejayaan maupun masa sulit, seperti halnya kehidupan yang selalu berputar bagai roda, ada kalanya diatar dan sebaliknya. Masa dimana perusahaan itu mendapatkan kejayaan inilah diman ujian demi ujian harus dilalui perusahaan. Salah satu ujian yang harus dihadapi mempertahankan citra yang telah lama dibangun oleh perusahaan. Dalam mengalami masa sulit bukan berarti perusahaan itu mati, namun inilah fase dimana perusahaan akan menjadi lebih baik lagi bila berhasil masa sulitnya atau masa krisisnya. Untuk melewati krisis dalam perusahaan diperlukan perencanaan, pengelolaan dan lain-lainnya untuk bisa melewatinya, dalam istilah komunikasi bisa disebut dengan manajemen krisis, yaitu suatu manajemen pengelolaan, penanggulangan atau pengendalian krisis hingga pemulihan citra perusahaan.
Di Indonesia banyak perusahaan yang pernah mengalami krisis, sebelum keadaan perusahaan itu menjadi lebih baik. Ada beberapa tipe dan penyebab terjadinya krisis diantaranya karena bencana alam atau tidakan tidak sengaja, karena kesalahan produksi atau produk kurang sempurna, karena persepsi public, dan masih banyak lagi penyebab lainnya. Salah satu perusahaan yang pernah mengalami krisis adalah Nike.
Nike merupakan perusahaan penghasil peralatan olah raga terbesar dunia, dan menguasai pasar diseluruh dunia. Ditengah melejitnya perusahaan ini dan ditengah kepopulerannya, pada tahun 1990an perusahaan ini mengalami krisis yang sangat berat dan mempunyai pengaruh besar bagi perusahaan Nike. Karena diboykot oleh para pengguna produknya.
Kasus Nike ini sudah cukup lama, namun bagi masyarakat Indonesia terutama masyarakat yang berkaitan, kasus ini cukup masih berkesan dan masih sangat diingat. Dari beberapa penyebab terjadinya krisis penyebab krisis yang terjadi pada Nike termasuk tipe transgression yaitu penyebab krisis karena adanya tindakan yang disengaja yang dilakukan oleh perusahaan, penyebab krisis ini juga bias disebut dengan pelanggaran hukum. Dimana krisis yang dialami Nike berawal dari tidak patuhnya perusahaan atas standar pemburuhan yang telah ditentukan, dari sinilah timbul konflik dari berbagai kalangan dan banyak kecaman hingga boykot atas produk ini.
Pada awal terciumnya krisis ini, manajemen dari perusahaan Nike sudah mulai melakukan upaya-upaya untuk mencegah krisis ini menjadi lebih panjang. Stevent Fink mengemukakan ada empat tahapan krisis, tahapannya dapat diterapkan pada kasus Nike. Tahapannya antara lain, tahap krisis yang pertama yaitu tahap prakrisis, pada tahap prakrisis prusahaan nike sudah mulai merasakan adanya ketidaksesuainya antara standart  etika dengan yang telah dijalankan di perusahaan. Karena ketidaksesuaian tersebut maka timbul protes, dan juga menjadi suatu pelanggara hukum karena masih berhubungan dengan hak buruh. Dalam menanggapi masa krisis ini pihak Nike masih berusaha menyangkal atau bersikap defensifdalam rangka membela diri, namun sikap yang diberikan Nike ini mnimbulkan penolakan dan memancing para aktivis untuk membongkar kebenarannya. Hingga masuk pada masa krisis akut dimana perusahaan telah masuk masa krisis yang sebenarnya dan telah mengalami tanda-tanda adanya kerugian, masa akut yang dialami Nike adalah saat tercorengnya reputasi dan banyak menuai protes dan berakibat pada penurunan tingkat penjualan. Tindakan pihak Nike selanjutnya adalah merespon dengan cepat tindakan para aktivis tersebut dengan membentuk kode etik perburuhan dan melakukan pembuktian bahwa kode etik tersebut telah dijalankan atau dilakukan secara konsisten. Namun dalam upaya ini malah membuktikan bahwa adanya pelanggaran-pelanggaran mengenai perburuhan yang dilakukan Nike, dan mendapatkan protes keras.
Masuk pada tahapan krisis yang selanjutnya adalah masa krisis kronis (chronic crisis stage) pada masa ini perusahaan sudah mulai melakukan pemulihan citra dan melakukan instropeksi atas segala manajemen yang telah dijalankan hingga dapat meraih kembali kepercayaan masyarakat. Karena protes keras yang didapat Nike maka perusahaan ini melakukan instropeksi secara professional dengan membentuk satu departemen dalam manajemen Nike yang khusus menangani persoalan pengawasan pada setiap rantai pasok agar sesuai standard perburuhan. Tepatnya pada tahun 1998 departemen ini dikembangkan peran dan fungsinya yang tidak hanya mengawasi standard perburuhan saja, namun juga sampai persoalan keberpihakan terhadap para pemangku kepentingan, yaitu Corporate Social Responsibility. Perusahaan Nike kembali mengubah stategi manajemen yang dulu dengan mengangkat system partnership, yaitu dengan membentuk satu tim senior yang bekerja sama dengan pakar dari luar. Dengan begitu diharapkan perusahaan mendapatkan pemecahan masalah atas krisis yang terjadi sesuai dengan konteksnya. Setelah tahap krisis kronis tahapan krisis yang selanjutnya adalah tahap resolusi atau masa penyembuhan dari krisis.pada tahap ini perusahaan mulai bangkit kembali, melalui perbaikan dan pemulihan sistem produksi, pelayanan jasa, strukturalisasi manajemen, rekapitulasi, dan operasinya. Dalam perusahaan Nike tahap resolusi ini adalah timbulnya kesadaran perusahaan untuk patuh pada standart etika yang berlaku dan membangun bisnis yang berbasis stakeholder. Dan turut aktif pula dalam kegiatan menyejahterakan masyarakat atau kegiatan CSR sehingga mengangkat lagi eksistensi perusahaan.
Dalam tahap demi tahap krisis yang dijalani Nike menunjukkan bahwa tidak selalu mudah dalam menyelesaikan suatu konflik, apalagi dalam kasus nike ini sudah menjadi bahan omongan secara internasional. Dalam penyelesaian tahap krisis yang pertama yaitu dengan melakukan pembelaan dan pada penyelesaian tahap krisis akut malah menunjukkan bagaimana perusahaan Nike ini benar melanggar etika, hingga membangkitkan respon-respon negative terhadap perusahaan Nike ini. Belajar dari kasus ini dapat ditinjau kembali bahwa adanya manajemen Public Relation dalam perusahaan adalah memberikan arahan atau memberikan pemecahan masalah atas yang terjadi di perusahaan. Bila sejak awal langkah yang diambil telah salah maka sulit kembali untuk mengangkat nama perusahaan. Dan yang tidak kalah penting adalah kejujurang yang harus dijunjung tinggi, PR harus berani mengakui kesalahan dari perusahaan hingga timbul masalah tersebut agar tidak terjadi kebohongan-kebohongan selanjutnya.
Sekarang perusahaan Nike sudah berjalan seperti sewajarnya tanpa adanya lagi protes-protes mengenai tidak patuhnya Nike terhapap kode etik perburuhan. Ini menunjukkan perusahaan Nike dapat belajar dari kasus perusahaan Nike yang pernah dialami sehingga secara tidak langsung menjadikannya perusahaan yang menjadi lebih baik.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Widyasari Prastya N © 2012 | Designed by Rumah Dijual, in collaboration with Buy Dofollow Links! =) , Lastminutes and Ambien Side Effects